Kamis, 03 Maret 2011

Membukukukan Al Qur'an di masa Utsman ra.

Tetaplah demikian Al Qur'an itu, artinya telah dituliskan dalam satu naskah yang lengkap, di atas lembaran-lembaran yang serupa, ayat-ayat dalam sesuatu surat tersusun menurut tertib urut yang ditunjukkan ole Nabi. Lembaran-lembaran ini digulung dan diikat dengan benang, disimpan oleh mereka yang disebutkan di atas.

Di atas telah disebutkan bahwa di permulaan pemerintahan Khalifah Abu Bakar terjadilah riddah (pemberontakan orang-orang murtad). Yang kemudian dapat dipadamkan oleh Abu Bakar. Maka setelah Jaziratul Arab tenteram kembali, Mulailah Abu Bakar menyiarkan Islam ke negeri-negeri yang berdekatan.

Di masa beliau tentara Islam telah memasuki kota-kota Hirah dan Anbar (di Mesopotamia) dan telah sampai di sungai Yarmuk di Syria, dan di masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab, kaum Muslimin telah menaklukkan Bactriane dekat sungai Ayax (Amu Daria) di sebelah timur, dan Mesir di sebelah barat.

Di masa Khalifah Utsman bin Affan, pemerintahan mereka telah sampai ke Armenia dan Azarbaiyan di sebelah timur, dan Tripoli di sebelah barat. Dengan demikian kelihatanlah bahwa kaum Muslimin di waktu itu telah terpencar-pencar di Mesir, Syria, Irak, Persia dan Afrika. Kemana mereka pergi, dan di mana mereka tinggal Al Qur'anul Karim itu tetap jadi Imam mereka, di antara mereka banyak yang menghafal AlQur'an itu. Pada mereka ada naskah-naskah Al Qur'an itu, tetapi naskah-naskah yang mereka punyai itu tidak sama susunan surat-suratnya.

Begitu juga ada didapat di antara mereka perbedaan tentang bacaan Al Qur'an itu, Asal mulanya perbedaan bacaan ini ialah karena Rasulullah sendiripun memberi kelonggaran kepada kabilah-kabilah Arab yang berasa di masanya, untuk membaca dan melafadzkan Al Qur'an itu menurut lahjah (dialek) mereka masing-masing. Kelonggaran ini diberikan oleh Nabi supaya mudah mereka menghafal Al Qur'an ini.

Tetapi kemudian kelihatan tanda-tanda bahwa perbedaaan tentang bacaan Al Qur'an ini kalau dibiarkan, akan mendatangkan perselisihan dan perpecahan yang tidak diinginkan dalam kalangan kaum Muslimin.

Ketika beliau ikut dalam pertempuran menaklukkan Armenia dan Azerbaiyan, dalam perjalanan, dia pernah mendengar pertikaian kaum Muslimin tentang bacaan beberapa ayat Al Qur'an, dan pernah mendengar perkataan seorang Muslim depada temannya: "Bacaan saya lebih baikdari bacaanmu".

Keadaan ini mengagetkan Hudzaifah maka di waktu dia telah kembali ke Madinah, segera ditemuinya Utsman bin Affan, dan kepada beliau diceriterakannya apa yang dilihatnya mengenai pertikaian kaum Muslimin tentang bacaan Al Qur'an itu, seraya berkata: "Susullah umat Islam itu sebelum mereka berselisih tentang Al Kitab, sebagai perselisihan Yahudi dan Nasara".

Maka oleh Khalifah Utsman bin Affan dimintakan kepada Hafsah binti Umar lembaran-lembaran Al Qur'an yang ditulis di masa Khalifah Abu Bakar yang disimpan oleh Hafsah untuk disalin, dan oleh Hafsah lembaran -lembaran Al Qur'an itu diberikanlah kepada Khalifah Utsman bin Affan.

Oleh Utsman dibentuklah satu panitia, terdiri dari Zaid bin Tsabit, sebagai ketua, Abdullah bin Zubair, Sa'id bin 'Ash dan Abdur Rahman bin Harits bin Hisyam.
Tugas panitia ini ialah membukukuan Al Qur'an, yakni menyalin dari lembaran-lembaran yang tersebut menjadi buku. Dalam pelaksanaan ini Utsman menasehatkan supaya:
a. Mengambil pedoman kepada bacaan mereka yang hafal Al Qur'an.
b. Kalau ada pertikaian antara mereka tentang bahasa (bacaan), ,maka haruslah dituliskan menurut dialek suku Quraisy, sebab Al Qur'an itu diturunkan menurut dialek mereka.

Maka dikerjakanlah oleh panitia sebagai yang ditugaskan kepada mereka, dan setelah tugas itu selesai, maka lembaran-lembaran Al Qur'an yang dipinjam dari Hafsah itu dikembalikan kepadanya.

Al Qur'an yang telah dibukukuan itu dinamai dengan "Al Mushhaf", dan oleh panitia ditulis lima buah Al Mushhaf. Empat buah diantaranya dikirim ke Mekah, Syria, Basrah, dan Kufah, agar di tempat-tempat itu disalin pula dari masing-masing Mushhaf itu, dan satu buah ditinggalkan di Madinah, untuk Utsman sendiri, dan itulah yang dinamai dengan "Mushhaf Al Imam".

Sedudah itu Utsman memerintahkan mengumpulkan semua lembaran-lembaran yang bertuliskan Al Qur'an yang ditulis sebelum itu dan membakarnya.
Maka dari Mushhaf yang ditulis di zaman Utsman itulah kum Muslimin di seluruh pelosok menyalin Al Qur'an itu. Adapun kelainan bacaan, sampai sekarang masih ada, karena bacaan-bacaan yang dirawikan dengan mutawatir dari Nabi terus dipakai oleh kaum Muslimin dan bacaan-bacaan tersebut tidaklah berlawanan dengan apa yang ditulis dalam Mushhaf-mushhaf yang ditulis di masa Utsman itu.

Dengan demikian, maka pembukuan Al Qur'an di masa Utsman itu faedahnya yang terutama ialah:
1. Menyatukan kaum Muslimin pada satu macam Mushhaf yang seragam ejaan tulisannya.
2. Menyatukan bacaan, dan kendatipun masih ada kelainan bacaan, tetapi bacaan itu tidak berlawanan dengan ejaan Mushhaf-mushhaf Utsman. Sedangkan bacaan-bacaan yang tidak sesuai dengan ejaan Mushhaf-mushhaf Utsman tidak di bolehkan lagi.
3. Menyatukan tetib susunan surat-surat, menurut tertib urut sebagai yang kelihatan pada Mushhaf-mushhaf sekarang.

Disamping itu Nabi Muhammad saw. sangat menganjurkan agar para sahabat menghafal ayat-ayat Al Qur'an. Karena itu banyak sahabat-sahabat yang menghafalnya baik
satu surat, ataupun menghafal Al Qur'an seluruhnya. Kemudian di zaman tabi'ien, tabi'it tabi'ien dan selanjutnya usaha-usaha menghafal Al Qur'an ini dianjurkan dan diberi dorongan oleh para Khalifah sendiri.

Pada zaman sekarang di Mesir, di sekolah-sekolah Awaliyah diwajibkan menghafal Al Qur'an. Kalau mereka hendak menamatkan pelajaran di sekolah-sekolah Awaliyah dan hendak meneruskan pelajarannya ke sekolah-sekolah Muallimin, maka hafalan mereka tentang Al Qur'an itu selalu diuji, sehingga pelajar-pelajar lulusan sekolah Muallimin telah hafal Al Qur'an seluruhnya dengan baik. Untuk mengambil ijazah sekolah persiapan Darul Ulum, pelajar-pelajar diuji dalam hafalan Al Qur'anul Karim. Di tingkat Ibtidaiyah dan Tsanawiyah pada Al Azhar pun diwajibkan menghafal Al Qur'an. Begitu pula halnya di negara-negara Arab yang lain, kegiatan menghafal Al Qur'an itu dapat dilihat dengan jelas.

Di Indonesia, di pondok-pondok, surau-surau pesantren-pesantren, rangkang-rangkang dan madarasah-madarasah sampai perguruan tinggi terdapat pula usaha-usaha menghafal Al Qur'an itu. Umat Islam merasa, bahwa asalah suatu ibadat yang besar menghafal Al Qur'an Karim. Orang-orang yang hafal Al Qur'an amat ditinggikan dan dihormati. Di Indonesia biasa diadakan musabaqah (perlombaan) membaca Al Qur'an yang dilakukan baik oleh anak-anak ataupun oleh orang-orang yang telah dewasa dari tingkat kelurahan sampai tingkat nasional.

Untuk menjaga kemurnian Al Qur'an yang diterbitkan di Indonesia ataupun yang didatangkan dari luar negeri, Pemeringah Republik Indonesia cq. Departemen Agama telah membentuk suatu panitia yang bertugas untuk memeriksa dan mentashheh Al Qur'an yang akan dicetak dan yang akan diedarkan, yang di namai "Lajnah Pentashih Mushhaf Al Qur'an", yang ditetapkan dengan penetapan Menteri Agama No. 37 th. 1957, yang telah diperbaharui dengan Peraturan Menteri Agama No. 2 Tahun 1980. Untuk melaksanakan tugas Lajnah tersebut diangkatlah anggota Lajnah dengan suatu Keputusan Menteri Agama yang diperbaharui di tiap tahun.

Selain itu Pemerintah juga sudah mempunyai Al Qur'an pusaka berukuran 1 x 2 M. Yang ditulis dengan tangan oleh penulis-penulis Indonesia sendiri, mulai tanggal 23 Juni 1948/.17 Ramadalan 1367 dan selesainya tanggal 15 Maret 1960./17 Ramadlan 1379, yang sekarang disimpan di Mesjid Baiturrahim dalam Istana Negara. Al Qur'an pusaka itu selain untuk menjaga kesucian dan kemurnian Al Qur'an, juga dimaksudkan untuk menjadi induk dari Al Qur'an yang deterbitkan di Indonesia.

Dengan usaha-usaha yang disebutkan di atas terpeliharalah A Qur'anul Karim itu, dan sampailah kepada kita sekarang dengan tidak ada perobahan sedikit juga dari apa yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Dalam pada itu, pada tiap-tiap zaman dan masa Al Qur'an dihafal oleh jutaan umat Islam, ini adalah salah satu inayat Tuhan untuk menjaga Al Qur'an, Dengan demikian terbuktilah firman Allah dalam surat Al Hijr (15) ayat 9, yang artinya: "Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami tetap memeliharanya".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar