Rabu, 24 Juni 2009

TANDA HATI YANG MATI

Banyak amal atau perbuatan yang kita lakukan dengan disadari atau bahkan seolah-olah tidak perduli, yang pada akhirnya menjadikan kita lalai pada tugas dan kewajiban.
Manusia memang tempat salah dan lupa, tapi bukan berarti kesalahan atau kealpaan harus terjadi berulang-ulang tanpa ada koreksi sejak dini. Sudah menjadi tuntutan bahwa kita harus berusaha memilah dan memilih amaliah yang sesuai dengan ajaran agama. Semua agama lebih specifik lagi agama kita islam sependapat bahwa perbuatan yang memberikan kemanfaatan pada orang lain pasti akan dianjurkan, namun sebaliknya jika menimbulkan mafsadah atau kerusakan juga akan dicegah. Dan kesemuanya itu bisa dikendalikan manakala kita dapat memanage hati.
Hati yang bersih (hidup) akan selalu senang dan gembira terhadap segala sesuatu yang menimpa, tidak gampang putus asa, positifthinking, menerima kebaikan bahkan memaafkan kekhilafan orang lain, karena menyadari kebahagiaan bisa didapat dari sini. Kaya haqiqi khusus bagi mereka yang berjiwa besar dan bersih hati, bukan bagi orang banyak harta, pangkat, atau kedudukan tapi sempit bahkan mati hati.

Sebagian daripada tanda matinya hati, yaitu jika tidak merasa sedih (susah) karena tertinggalnya suatu amal perbuatan kebaikan (kewajiban), juga tidak menyesal jika terjadi berbuat suatu pelanggaran dosa.

Jangan sampai terasa kebesaran suatu dosa merintangi kita dari husnudh-dhan (baik sangka terhadap Allah swt.) sebab siapa yang benar-benar mengenalNya, maka akan menganggap kecil dosanya itu disamping keluasan kemurahan Allah swt.

Merasa besarnya suatu dosa itu baik, jika menimbulkan rasa akan bertobat dan niat tidak akan mengulanginya selamanya. Tetapi jika merasa besarnya dosa itu akan menyebabkan putus dari rahmat Allah, merasa seolah-olah rahmat dan maaf Allah tidak didapatnya, maka perasaan yang demikian itu lebih bahaya baginya dari dosa yang dilakukannya, sebab putus harapan dari rahmat Allah itu dosa besar dan itu perasaan orang kafir semata.

Abdullah bin Mas'ud ra.
berkata :
Seorang mu'min melihat dosanya bagaikan bukit yang akan merubuhinya, sementara orang munafiq melihat dosanya bagaikan lalat yang hinggap diujung hidungnya, maka diusir dengan tangannya.
Nabi saw. bersabda : Andaikan perbuatan dosa itu tidak lebih bagi seorang mu'min daripada ujub (merasa sombong karena amal kebaikannya), maka Allah tidak akan membiarkan seorang mu'min berbuat dosa selamanya. Sebab ujub itu menjauhkan seorang hamba dari Allah, sedang dosa itu menarik hamba mendekat kepada Allah. Dan ujub merasa besar diri, sedang dosa merasa kecil dan rendah diri di sisi Allah.
Amal kebaikan yang pasti diterima oleh Allah, yaitu jika merasa bahwa amal itu semata-mata karena taufiq hidayah dari Allah, kemudian ia tidak berbangga dengan amal itu, dan tidak merasa seolah-olah sudah cukup baik dengan amal itu. Karena amal itu ditujukan kepada keridloan Allah, maka tidak usah diingat-ingat lagi. Sebab siapa yang merasa sudah beramal, jarang sekali yang tidak merasa ujub atau bangga dengan amalnya itu. Dan itu suatu bahaya bagi amal itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar